Rabu, 31 Maret 2010

FILOSOFIS PENDIDIKAN


 
1.  PENGERTIAN FILSAFAT
  Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  
Ciri-ciri berfikir filosfi :
  1. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.
  2. Berfikir secara sistematis.
  3. Menyusun suatu skema konsepsi, dan
  4. Menyeluruh.
Empat persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah :
  1. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Metafisika
  2. Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Epistemologi.
  3. Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.
Beberapa ajaran filsafat yang  telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
  1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
  2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
  3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
  4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :
  1. Sebagai dasar dalam bertindak.
  2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
  3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
  4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
2.  FILSAFAT PENDIDIKAN
  Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Beberapa aliran filsafat pendidikan;
  1. Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
  2. Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme; dan
  3. Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks.  Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3.  ESENSIALISME DAN PERENIALISME
   
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada.
Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.
Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.
Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
  1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)
  2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)
  3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)
Adapun norma fundamental pendidikan menurut  J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.
4.  PENDIDIKAN NASIONAL   Pendidikan nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Pendidikan nasional Indonesrn adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.

FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI, DAN LOGIKA ILMU PENGETAHUAN


Sebelumnya telah diterbitkan (2007-2008) dengan judul Filsafat Ilmu dan Logika. Pada penerbitan ini, judul diubah sesuai dengan isi yang terdapat didalamnya, sehingga judul yang dipilih adalah, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Judul ini menurut penulisnya dianggap tepat dan lengkap karena judul menyerminkan landasan utama dalam membahas filsafat ilmu, melalui empat pilar utamanya. Terkait denganjudul bahasan berpusar pada Bab keempat, bab kelima dan bab ketujuh.
Bab keempat, menjelaskan tentang landasan penelaahan ilmu, dan yang dibahas meliputi ontologi, epistemologi, aksiologi, yang selanjutnya dikaitkan dengan signifikansi ilmu pengetahuan kembali ke filsafat. Selanjutnya bab empat ini juga membentangkan relevansi Ontologi, Epitemologi dan Aksiologi dengan Ilmu Politik. Relevansi Ontologi, epistemologi dan aksiologi juga dikaitkan dengan Ilmu antropologi. Gudang filsafat ini tertarik untuk membahas kedua relevansi tersebut.
Bab kelima, menjelaskan tentang struktur atau bangunan ilmu pengetahuan terdiri dari: metode ilmiah; teori; hipotesis; logika, data informasi, pembuktian, evaluasi dan paradigma
Bab ketujuh membahas tentang logika ilmu dan metode berfikir dan metode ilmiah, engertian metode berfikirbilmiah logika, pengertian logika dan penlaran ilmiah, macam-macam logika, kegunaan logika, bahasa keilmuan, model dan kriteria motode berfikir ilmiah, metode berfikir rasional: asas dalam berpikir, serta hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode rasional.
RELEVANSI ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI TERHADAP ILMU POLITIK DAN ANTROPOLOGI.
Buku ini mengangkat Relevensi pilar keilmua Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi dikaitkan dengan Ilmu Politik dan Antropologi, tentunya memiliki alasan kuat mengapa hanya dikaitkan dengan Ilmu Politik dan Antropologi?
Gudang Filsafat ini memandang bahwa buku ini sengaja dirancang untuk kebutuhan pembelajaran mahasiswa di departemen Antropologi dan Ilmu-ilmu Politik. Barangkali inilah yang mendorong diunggahnya relevansi Antropologi dan Ilmu Politik terhadap pilar keilmuan (Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi).
Selanjutnya tingkat relevansi diurai jelas sebagai berikut:
Dasar ontologi ilmu. Pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu politik. Adapun...belum tuntas.
Data buku
JUDUL: Filsafat Ilmu : ontologi, Epistemologi ,Aksi0ologi dan Logika Ilmu Pengethauan
PENULIS: Drs.H. Muhammad Adib, MA
PENERBIT: Pustaka Pelajar Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167. tELP: (0274) 381542. E-mailpustakapelajar@telkom,net
ISBN: 978-602-8479-93-6
TEBAL: xxv + 280 halaman; 21 cm
CETAKAN: Edisi ke 2 Cet Pertama Pebruari 2010
[]

FILSAFAT ILMU

Buku ini didesain sebagai wacana filsafati untuk siapa saja yang tertarik untuk mengembangkan wawasan filsafati. Tidak ada segmen khusus, namun bagi siapa saja yang sesungguhnya berminat di ranah filsafat utamanya filsafat ilmu, buku ini akan memberikan bantuan. Melalui buku maka refleksi pikir yang mendasar dan integral terkait hakikat ilmu pengetahuan akan mudah dipahami. Dengan tidak terasa akan trampil dalam menilai metode-metode pemikiran ilmiah, sekaligus juga akan memproses sikap ilmiah. Materi dalam buku ini disusun berdasarkan pendekatan/sistematika filsafat ilmu :Ontologi, Epistemologi, dan aksiologi. Adapun cakupan meteri yang dibentangkan buku ini antara lain:
  • Sejarah perkembangan ilmu
  • Filsafat, ilmu dan filsafat lmu
  • Dasar-dasar pengetahuan
  • Dimensi Keilmuan
  • Sarana berfikir ilmiah
  • Ilmu dan teknologi
  • Ilmu dalam strategi insani
[]. CATATAN RINGAN YANG MEMBANTU.
(Manfaat mempelajari filsafat)
  • Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri: dengan berpikir lebih mendalam, kita mengalamai dan menyadari kerohkanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita berpikir, untuk hidup dengan sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kiota sendiri.
  • Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara dangkal saja, tidak mudah melihat persoalan-persoaln, apalagi melihat pemecahannya. Dalam filsafat kita dilatih melihat lalu apa yang menjadi persoalan, dan ini merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya
  • Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan akusentrisme (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku)
  • Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap semboyan dalam surat-surat kabar, mempunyai pendapat sendiri, berdiri sendiri, dengan cita-cita mencari kebenaran.
  • Filsafat memberikan dasatr-dasar, baik untuyk hidup kita sendiri (terutama dalam etrika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa,ilmu mendidik, dll
(Manfaat mempelajari filsafat ilmu)
Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maknanya seorang ilmuwan harus memilki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipistik, yakni menggap hanya pendapatnya yang paling benar
Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilju pengethauan itu sendiri. Satu sikap yangh sesuai diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai yang sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya.
Data buku
JUDUL
(Belum tuntas)

WEDNESDAY, FEBRUARY 10, 2010

DIALOG EPISTEMOLOGI

Buku mendialogkan dua pemikir Mohammad Iqbal dan Charles S. Peice. Epistemologi adalah materi yang didialogkan. Ketajaman kedua pemikir itu memilki citarasa yang berbeda ketika melihat epistemologi dari berbagai dimensi. Dalam buku ini kedia pemikir mengritisi para filsuf terdahulu dalam memandang ilmu, sekaligus juga mempertontonkan kelemahan-kelemahan para pemikir pendahulunya. Dengan lantangnya mulai Plato, Rene Decartes hingga Imanuel Kant dikritisi.
SIAPA MOHAMMAD IQBAL DAN CHARLES S.PIERCE ?
Mohammad Iqbal (1876-1983)
Lahir pada 24 Dzulhijah 1289 atau 22Pebruari 1873 di Sialkot Punjab dan meninggal pada 20 April 1938. Berasal dari keluarga kasta Brahma Kasymir. Iqbal adalah seorang agamawan yang salih dan filsuf cemerlang yang menghayati tradisi intelektual muslim dan pemikiran modern. Iqbal mendalami prinsip-prinsip dasar serta ide-ide modern fisika, biologi, dan hidup sosial. Disamping agamawan juga dikenal sebagai seorang eksitensialis karena pemikiran-pemikirannya. Epistemologi Iqbal termasuk dalam tipe modern karena epistemologinya lebih menekankan pada "Teori Ilmu Pengetahuan" dan "Sumber-sumner ilmu"
Charles S.Pierce (1839-1914)
Dikenal sebagai perintis dan tokoh utama aliran filsafat pragmatisme. Pierce juga termasuk salah satu pioner dalam logika matematika abad ke-19. Secra profesional, ial adalah seorang ilmuwan praktisi: ahli geodesi, astronomi, dan kimia. Epistemologi Peirce berlatar belakang prgamatis dan ahli logika, epistemologinya banuak disampaikan melalui mlogikanya, oleh karenanya epitemologi Pierce digolongkan sebgai epistemologi kontemporer
PIKIRAN IQBAL:
  • Ilmu pengetahuan merupakan kekuatan jika disertai tindakan. Kekuatan inilah yang memberi bentuk pada lingkungannya
  • Menemukan bahwa diri manusia itu sendiri terdapat seperangkat alat yang berfungsi untuk memperoleh ilmu pengetahuan, seperti pancaindera, akal dan intuisi.
  • Menekankan pada "asal-usul ilmu" dan daya tangkap manusia dalam memperoleh ilmu, seperti negindera, berpikir, dan merasa.
  • Sering menggunakan istilah akal dengan kata reason, thought, dan intelect. Intellect (akal) bagi Iqbal adalah suatu keniscayaan karena dia akan memformulasi ide-ide, memegangi maknanya, mengakses manfaatnya, membuat, menguji dan melaksanakan rencana-rencana.
  • Berusaha memadukan antara pancaindera, akal, dan intuisi
  • Alam dalam pandangan Iqbal merupakan kosmos dari kekuatan yang saling berhubungan. Hendaknya, ilmu dinilai dengan konkret. Hanya kekuatan intelektual yang menguasai, yang konkretlah yang akan memberi kemungkinan kecerdasan manusia manusia melampaui konkret.
  • Pada era modern, pengetahuan harus bersandar pada pengalaman indera, tetapi untuk mencapai wahyu, secara langsung tidak dapat dilakukan melalui panca indera dan rasio, tetapi harus melalui pengalaman yang khususyang disebut intuisi. Melalui intuisi manusia dapat menangkap dan meamahami realitas mutlak.
Telah membedakan fungsi intuisi dan indera, serta akal yang melahirkan ide, bahwa yang pertma memiliki fungsi metafisik-teologis, sedangkan dua terakhir memiliki fungsi epistemologis
Sumbangan Pikiran Pierce:
Kebenaran trnsendental (Trancendental Truth), kebenaran yang berada secara inherent dalam setiaqp setiap sesuatu "sebagai sesuatu itu sendiri"(Think As Think). Kebenaran merupakan karakter real (real character) yang dimiliki oleh ssesuatu obyek, baik diketahui maupun tidak.
  • Kebenaran komplek (Complex truth) yang berupa kebenaran-kebenaran proporsional. Jenis ni dapat dibagi menjadi jenis-jenis yang lebih rinci, seperti kebenaran etik (ethical truth) atau Veracity yang berdasar pada kesesuaian sebuah proposisi denga keyakinan seorang pembicara (atau penulis). serta kebenaran logis (logical truth) yang kriterianya adalah kesesuaian sebuah proposisi terhadap realitas.
  • Ilmu pengetahuan digambarkan sebagai pencarian manusia yang memiliki karakter khusus, ketika kejujuran terus menerus menampakkan diri, seperti metabolisme dalam tubuh dan tumbuh: Science as pursuit of living men, and that its most marked characteristic is that when it is guine, it is in an incessant state of matebolishm and growth"
  • Ilmuwan harus m,enjadi orang tulus, baik terhadap diri sendiri maupun ornag lain. sementara cintanya terhadap kebenaran lambat laun menjadi satu hingga ia menjadi orang jujur dan terbuka: A Scientific man must be singgle minded and cincere with himself. Otherwise, his love of truth will melt away, at once. He can therefore, hardly be otherwise than an honest, fair-minded man.
  • Kemajuan nyata dari ilmu pengetahuan bergantung, baik pada praksis ilmiah maupun pada ide-ide spekulatif. Idealisme tidak menjadikan teorinya sebagai pokok kemajuan ilmiah, sedangkan materialisme tidak meningkatkan praksisnya dengan teori-teori yang berarti.
  • Teori yang baik harus mengarah pada penemuan-penemuan fakta-fakta baru dan konsekuensi pemikiran yang sungguh-sungguh logis dan terbuka untuk pengujian dalam rangka konsekuensi-konsekuensi yang dapat diramalkan.
  • Konstruksi logika Peirce bertumpu pada tiga macam argumen, yaitu ninduksi, deduksi, dan abduksi.
  • Kebenaran sebuah teori betapa pun baiknya harus tetap diterima secara tentative, dalam arti kebenarannya dapat diterima sepanjang belum ditemukan teori lain yang lebih powerful. Prinsip bahwa sebuah teori tidak boleh diperlakukan mutlak, a priori dan hanya bersifat tentative, dikenal dengan prinsip Fallibilism
  • Bahwa pengetahuan ilmiah bukabnlah sesuatu yang pasti sempurna dan melampui pencaian obyeknya. Ilmu pengtahuan tidak pernah mencapai formulasi yang final absolut mengenai alam semesta.
  • Fallibilism bukan rasa tidak percaya terhadap pengetahuan ilmiah, tetapi diwataki oleh keyakinan argumentasi, bahwa pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang terbaik yang kita miliki, dan bahwa metode ilmiah, hanyalah metode yang dapat dipercaya untuk menetapkan.
PEIRCE filsafat dan ilmu pengetahuan:
Pertama: metode itu akan memberiarti pada ide-ide filosofis dalam rangka ekperimen
Kedua: menyusun dan memperluas ide-ide dan kesimpulan sampai mencakup fakta-fakta baru.
Data buku
JUDUL: Dialog Epistemologi Mohammad Iqbal dan Charles S. Pierce
PENULIS: Dr. Rodliyah Khuza'i M.Ag
PENERBIT: PT Refika aditama. Jl. Mengger Girang No. 98. Bandung 40254. Telp: [022-5205985. E-mail: refika@rad.net.id.
CETAKAN: Pertama; Januari 2007
ISBN: 979-1073-30-9
TEBAL: xvii + 176 halaman
Bab yang dibahas:
  • Epistemologi Modern dan Kontemporer
  • Latar Belakang Sosial Politik Intelektual di India dan Amerika Abad ke 19
  • Konstruksi Pemikiran Epistemologi M. Iqbal dan Charles S. Pierce
  • Logika Intuitif Versus Logika Ilmiah

THURSDAY, FEBRUARY 4, 2010

INTEGRASI ILMU DAN AGAMA

"Hubungan ilmu dan agama, baik dalam ranah ontologis, epistemologis maupun aksiologis selalu menyisakan persolan yang tidak pernah selesai dibicarakan"
Buku ini berusaha menjawab hubungan ilmu dan agama melalui pendekatan filosofis, karena menurut pendapat [penulis buku ini, filsafatlah yang secara netral dan proporsional dapat menjembatani sekaligus mempertemukan dua domain ini. Buku ini akan menjawab dua pertanyaan pokok: 1). Bagaimana konsep hubungan ilmu dan agama ini dibicarakan secar5a akademik, dan 2). bagaimana ahkikat integrasi ilmu dan agama baik dalam ranah ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Dalam mengekplorasi hubungan ilmu dan agama ini, penulis menggunakan pandangan-pandangan seorang pemikir Islam kelahiran Persia, Yaitu Mulla Sadra (1572-1641).
pemikiran Mulla Sadra, sebagai bagian dari fragmentasi perkembangan pemikiran Islam, secara cerdas dan jernih menempatkan kedudukan ilmu dan agama pada posisi yang sangat harmonis. Tidak salah tentunya apabila ada ungkapan bahwa kemajuan pemikiran Islam terjadi manakala agama secara mutualis menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan ilmu. Agama bukan perkembangan ilmu sebagaimana terjadi di Barat tetapi justru merupakan pendorong sekaligus ruh bagi karakteristik keilmuan Islam.
ILMU DAN AGAMA SALING SAPA: 
Ilmu dan Agama, tidak ada yang dapat diperbandingkan satu dengan yang lain dan keduanya tidak dapat ditempatkan pada posisi bersaing atau konflik.
Pendukung pendekatan ini menekankan bahwa permainan yang dimainkan ilmu menguji dunia natural, sedangkan permainan agama ialah mengungkapkan makna melampaui dunia nautral. Ilmu memusatkan perhatian bagaimana segala sesuatu terjadi di alam ini, sedangkan agama pada mengapa sesuatu itu terjadi dan ada (eksis). Ilmu berurusan dengan sebab-sebab, sedangkan agama makna. Ilmu berurusan dengan berbagai masalah yang dapat dipecahkan, sedangkan agama berurusan dengan misteri yang tidak mudah dipecahkan. Ilmu berusaha menjawab berbagai persoalan menyangkut cara kerja alam, sedangkan agama berurusan dengan landasan akhir alam. Ilmu memberi perhatian kepada kebenaran partikular sedang agama tertarik untuk menjelaskan kebenaran universal.
Ilmu dan agama mempunyai bahasa sendiri karena melayani fungsi yang berbeda dalam kehidupan manusia, agama berurusan dengan nilai dan makna tertinggi, sedangkan ilmu menelusuri cara benda-benda dan berurusan dengan fakta obyektif, agama rentan dengan perubahan karena sifatnya yang deduktif, sedangkan ilmu setiap saat bisa berubah karena sifatnya yang lebih induktif. Ilmu dan agama adalah dua domain independen yang dapat hidup bersama sepanjang mempertahankan "jarak aman" satu sama lain. Ilmu dan agama berada pada posisi sejajar dan tidak saling mengintervensi satu dengan yang lain.
KACAMATA PANDANG MULLA SADRA:
Dalam menyelami antara ilmu dan agama, membedakan dalam dua ranah pencermatan, pertama dilihat dari sisi wacana akademik, dan sisi lainnya dari hakikat hubungan.
[Wacana Akademik]
Dalam wacana akademik secara umum, hubungan ilmu dan agama dapat dibedakan dalam empat tipologi yaitu konflik, independendialog dan integrasi. Dalam tipologi konflikdigambarkan bahwa oilmu dan agama sebagai dua entitas yang tidak dapat dipertemukan bahkan saling berlawanan. Kebenaran ilmu menegasikan kebenaran agama, demikian pula sebaliknya. Dalam tipologi independensi digambarkan bahwa ilmu dan agama meskipun tidak dapat dipertemukannamun keduanya tidak saling berlawanan. Tipologi ini dipandang sebagai tipologi yang cukup aman, karena masing-masing menghormati otoritas kebenaran masing-masing, sehingga tidak terjadi konflik. Namun, bagi ilmuwan yang religius, tipe ini membingungkan dan menimbulkan keputusasaan karena dalam saat yang sama ia harus menerima dua kebenaran yang berbeda/berlawanan, yaitu kebenran ilmiah yang dipahami akal dan kebenaran agama yang dipahami oleh iman.Dalam tipologi dialog digambarkan bahwa ilmu dan agama memiliki bahasa metode dan ukuran kebenaran yang masing-masing berbeda, namun tidak saling berlawanan bahkan saling mengisi dan menjelaskan satu sama lain.
REFLEKSI MULLA SADRA( KONSEP INTEGRASI ILMU DAN AGAMA)
Dalam merefleksikan integrasi ilmu dan agama, Mulla Sadra menggunakan pendekatan Otologis, Epistemologis dan Axiologis.
Konsep Ontologis:
Konsep Epistemologis
Konsep Exiologis [Belum tuntas]
Data buku
JUDUL:Integrasi Ilmu dan Agama Perspektif Filsafat Mulla Sadra
PENULIS: DR.Arqom Kuswanjono
PENERBIT: Badan Penerbit Filsafat UGM d/a Gedung Unit C, Fakultas Filsafat, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Jl. Olahraga Bulaksumu Yogyakart. Telp. 0274-901193. E-mail:BPFU@Filsafat.ugm.ac.id Dan Penerbit Lima d/a RT08/40 KD II Jaranan, Bangun Tapan Bantul, Yogyakarta 55981 Telpon +628121588233 E-mail: Lima_bookmaker@yahoo.co.id
ISBN: 978-979-25-3687-4
TEBAL: vii + 184.
[]
CETAKAN: I Januari 2010

FRIDAY, DECEMBER 25, 2009

ISLAM DIHADAPKAN KEPADA ILMU-SENI-FILSAFAT

Pemahaman Filsafat dikais dari buku yang cukup tua. Buku ini terbit tahun 1965 yang disusun oleh Drs. Sidi Gazalba. Judul buku “Islam dihadapkan kepada ilmu-seni-filsafat. Hal-hal yang bahas dalam buku ini antara lain:
Kebudayaan
Islam
Kebudayaan dan Islam
Ilmu dan Islam
Filsafat dan Islam
Kesimpulan.
Dari buku ini dapat dimabil catatan-catatan kecil terkait filsafat, dan dari catatan kecil inilah dapat difungsikan sebagai pendukung pemahaman filsafat.
Catatan kecil pada pengantar buku.
MENGAPA ILMU DIAMBIL SEBAGAI KRITERIUM.
Dalam abab ke XVIII dunia Barat telah memasuki kurun ilmiah [Aufklarung]. Dan bagi bangsa Indonesia kurun itu baru mulai dalam abad ke XX ini. Kecenderungan zaman dalam menjawab tentangan itu menutut kepda kita semua untuk setiap melihat fenomena didasarkan kepada tataran ilmiah. Karena ilmulah yang menetukan kepastian dan kebenaran [Kendati kepastian dan kebenaran adalah bersifat nisbi]
APA FILSAFAT ?
Filsafat merupakan penjelmaan kegiatan fikiran mencari kebenaran dari kebenaran demi kebenaran. Filsafat adalah system kebenaran sebagai hasil dari berfikir selangkah demi selangkah secara asadar, bebas, sitematik, radikal, dan universal..
ILMU ?
Ilmu digariskan sebagai cabang kebudayaan.Ilmu menyusun pengetahuan yang pasti dan benar, yang diserahkannya kepada teknologi untuk direalisasikan. Dalam kenyataan bahwa kebenaran ilmu dapat ditolak, direvisi, diperbarui dan disempurnakan. [misalnya: kedudukan bumi dalam stelsel matahari sebelum dan susudah Copernicus, kedudukan manusia dalam dunia biologi sebelum dan sesudah Lamrck-Darwin. Pembelahqn atom sebelum dan sesudah Eisntein)
ILMU DAN FILSAFAT
Ilmu membatasi medannya hingga alam yang dapat diteliti secara empiris. Filsafat menentang fikiran sejauh-jauhnya. Ilmu berhenti , manakala ia sampai diujung batas pengalaman. Dimana ilmu berhenti, disitu filsafat mulai. Esensi pertanyaan ilmu hanya dua, yakni: Bagaimana? Dan Apa Sebabnya?. Sedangkan pertanyaan filsafat terumus dalam dalam tiga pokok yakni: Apa itu?, Dari Mana? Kemana?
METODE ILMU:
Metode Ilmu untuk mendapatkan pengetahuan yang pasti dan benar adalah dengan:
[].Membebaskan fikiran dari segala ikatan (kepercayaan, tradisi, agama, anggapan-anggapan umum)
[].Melakukan penelitian ilmiah (research). Kedua unsure itu merupakan unsur ciri dari ilmu modern.
[].Eksperimen untuk memaksa alam meberikan hukun dan kaidahnya.
Catatan:
Ilmu menyatakan kepastian dan kebenaran itu melalui/berdasarkan hukum dan kaidah. Jadi yang dicari ilmu sesungguhnya adalah kausalitas[hubungan kausal dari peristiwa]. Jika kausalitas itu bersifat tetap,selanjutnya dirumuskan sebagai hukum.
Data buku
JUDUL: Islam Dihadapkan kepada Ilmu-Seni-Filsafat
PENULIS: Sidi Gazalba
PENERBIT: Tinta Mas Jakarta
TAHUN PENERBITAN: 1965
Catatan: Buku ini dikais dari komunitas buku lama Velodroom Sawojajar Malang, ditelusur dari stempel yang terdapat pada sampul buku. Buku ini milik dari Rustam Library.

SUNDAY, NOVEMBER 15, 2009

90 MENIT BERSAMA DESCARTES

Descartes in 90 minutes, adalah judul asli buku ini, selanjutnya diterjemahkan oleh Frans Kowa. Ternyata memahami filsafat itu mudah, jika kita mengenal lebih dekat kehidupan dan karya para filsuf. Lebih menyanangkan jika ditulis dengan bahasa yang santai, sehingga mudah cerna. Buku ini sengaja membentangkan siapa Rene Descartes itu, ulai sejak masih usia belia hingga dewasa. Lugas dikupas tuntas, serasa tidak ditutupi "kelakukan" filsuf yang satu ini. Ternyata Descartes itu lumayan "nakal", membujang dan kawin layaknya "kumpul kebo" dilakukan. Semasa kecilnya pemalas, suka tidur alias ngantukkan.

THURSDAY, NOVEMBER 12, 2009

FILSAFAT DAN SAINS SEBUAH PENGANTAR.

Dianjurkan kepada mahasiswa pascasarjana membaca buku ini, menurut pencermatan "Gudang Filsafat" buku ini sangat cerdas dalam membentangkan pengertian filsafat. Mudah dicerna, dan disetiap bab bahasan disediakan ruang latihan, oleh buku ini dinamai "pertanyaan pemandu". Sisi lain yang menarik dari buku ini adalah ringkasan yang terpapar dalam setiap bab, dan ringkasan ini merupakan simpulan singkat. Berikut contoh ringkasan yang termuat pada halaman 10.
[Kesimpulan]
Setidaknya, ada dua jawaban mudah untuk menjawab pertanyaanapa filsafat itu?
Yang pertama adalah filsafat sebagai sebuah aktivitas berpikir tentang realitas sebagai keseluruhan secara mendalam. sementara, yang kedua adalah filsafat sebagai sebuah analisis konseptual tentang tindak berpikir manusia, atau aktivitas berpikir tentang pikiran itu sendiri.
Filsafat itu sendiri setidaknya dapat dibagi menjadi tiga cabang.
Yang pertama, adalah metafisika. Metafisika adalah cabang filsafat yang merefleksikan hakekat dari realitas pada levelnya yang paling abstrak. Yang kedua. adalah epistemologi. Epistemologi adalah cabang filsafat yang merefleksikan tentang kapasitas pengetahuan manusia, hakikat pengetahuan manusia, dan genesis dari pengetahuan manusia. Yang terakhir, adalah etika. Etika adalah cabang filsafat yang merefleksikan tentang hakikat tindakan, dan bagaimana manusia harus bertindak di dalam dunia.
Data buku
JUDUL BUKU: Filsafat Sains : sebuah Pengantar
PENULIS: Reza A.A. Wattimena SS
PENERBIT: PT Grasindo, Jalan Palmnerah Selatan 22-28 Jakarta 10270. Telepon [021] 53696545. http://www.grasindo.co.id/
ISBN:978-979-0251-18-0
TEBAL: 322
CETAKAN: 2008
Bagian yang dibahas:
Bagian I :MENGETUK PINTU GERBANG FILSAFAT
  • Serba-serbi Filsafat
  • Ciri Filsafat
  • Membaca dan Memahami Tulisan Filsafat
  • Beberapa Cabang Umum Filsafat
Bagian II : ILMU PENGETAHUAN DALAM BINGKAI FILSAFAT
  • Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan
  • Sejarah Ilmu Pengatahuan
  • Metode Saintifik
  • Hukum dan Teori di Dalam Ilmu Pengetahuan
  • Ilmu-ilmu Alam dan Ilmu Sosial
  • Ilmu Pengetahuan dan Nilai [Value]
  • Filsafat-filsafat Ilmu Sosial
  • Filsafat Pengetahuan dan & Umat Manusia
  • Epilog
[]

filsafat ilmu pngetahuan


FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

PENDAHULUAN 
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab , yang juga diambil dari bahasa YunaniΦιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.Dewasa ini, kita dapat melihat akan adanya dominasi ”cara berpikir”yang dilakukan oleh para pemikir barat. Penguasaan tersebut telah menguasai hampir seluruh dunia; karena barat telah berhasil mengembangkan teknologi, kebudayaan sekaligus peradabanya. Bagi negara berkembang ketergantungan akan dominasi barat sangat kentara sekali, apalagi dilihatdari kacamata filsafa, barat berhasil dalam mengembangkan dan menanamkan ”cara berpikirnya”. Sebetulnya pemeikiran-pemikiran barat pada hakekatnya berupa tradisi pemikiran yang diambil dan dilahirkan dizaman Yunani kuno. Dengan kata lain, bahwa filsafat Yunani Kuno dimajukan sebagai pangkal sejarah filsafat (pemikiran) Barat. Para ahli pada zaman itu, mencoba membuat konsep tentang asal muasal alam. Corak dan sifat dari pemikiranya bersifat mitologik (keteranganya didasarkan atas mitos dan kepercayaan saja). Namun setelah adanya demitologisasi oleh para pemikir alam seperti Thales (624-548 SM), Anaximenes (590-528 SM), Phitagoras (532 SM), herakliotos (535-475 SM), Parminides (540-475 SM) serta banyak lagi pemikir lainya, maka pemikiran filsafat berkembang secara cepat kearah kemegahanya.Sejak abad 5 SM, pemikiran filsafat beralih kearah manusia dengan kemampuan berpikirnya, masa ini dikenal dengan masa antropologis. Masa ini dokenal sederet ahli pemikir seperti Sokrates, Plato, Aristoteles. Pada Ahirnya Filsafat membentuk ruang lingkup yang semakin luas serta dengan beraneka ragam permasalahan. Pemikiran filsafati pada masa itu diartikan sebagai bermacam-macam ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang dikemukakan oleh Aristoteles, bahwa filsafat adalah segala sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan atas dasar akal pikiran, dan membagi filsafat menjadi ilmu pengetahuan, poetis, ilmu pengetahuan tang praktis, ilmu pengetahuan yang teoritis. Seorang filusuf dipandang cerdik dan pandai jika orang tersebut cinta dan ingin selalu berteman dengan kebijaksanaan (Koentowibisono, 1982:3)Perkembangan filsafat hingga zaman Neoplatonisme (abad sesudah masehi) mulai mengarah pada Tuhan (Teosentris) dan Tuhanlah yang menjadi dasar segal galanya. Tuhan dan segala sesuatu menjadi hakekat yang sama, lebih dikenal dengan ajaran Phanteisme (serba Tuhan).Mulai abad permulaan masehi, perkembangan filsafat beralih ke Eropa. Hal ini disebabkan kekuasaan kerajaan Roma yang luas sekali. Pemikiran filsafat di Eropa diwarnai dengan unsur-unsur baru (Agama katholik). Unsur baru tersebut mendominasi pemikiran filsafat pada masa itu. Dengan kata lain pemikiran filsafat didasarkan pada firman Tuhan, hal ini disebabkan karena satu-satunya kebenaran dan kebijaksanaan ada pada firman Tuhan.Pada abad 12 dimana perkembangan filsafat mengalami peningkatan yang luar biasa, hal ini ditandai dengan adanya Universitas-universitas, disamping ordo-ordo. Ordo semacam sekumpulan orang dibawah seorang imam guna hendak mencapai kesempurnaan hidup, dengan meninggalkan masyarakat ramai dan duniawi.  Perkembangan ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir seperti:Anselmus, Alberadus, Albertus Manfus. Pemikiran filsafatnya berkisar tentang penyelesaian hubungan antara akal dan wahyu dan juga tentang universalia.Abad 14-17 pemikiran filsafat ditandai dengan munculnya aliran-aliran filsafat. Ini adalah masa dimana menuju pada filsafat modern. Yang menjadi dasar timbulnya pemikiran kefilsafatan ini adalah kesadaran individu yang kongkrit. Pada masa inipula di Eropa terjadi minat orang terhadap filsafat Yunani senakin besar dan berusaha mengembalikan pemikiran tersebut. Masa ini dikelan dengan masa Renaisance.Pada masa ini pemikiran filsafatnya mengarah pada individu yang konkrit sekaligus menjadi subjek dan objeknya .masing-masing manusia menjadi barometer dalam menetapkan sebuah dan menentukan akan kebenaran dan kenyataan. Dalam situasi macam ini hubungan antara agama dan filsafat menjadi cair, dalam artian agama ditinggalkan oleh filsafat (Koentowibisono; 182;4). Masing masing kembali pada dasarnya sendiri, artinya agama mendasarkan dir pada imam dan kepercayaan pada firman Tuhan dalam menghadapi pelbagai permasalahan, sedangkan filsafat mendasarkan diri pada akal dan pengalaman. Perkembangan selanjutnya jaman pencerahan pada abad ke 18, dikatakan demikian karena adanya Tasionalisme, semakin lama kemampuan manusia akan menjadi tumpahan harapan; pada ahirnya perkembangan filsafat pada abad ke 19 yang mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan, dimana persoalan filsafat diisi dengan usaha manusia mengenai cara bagaimana caranya dan apa sarana yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan.Imanuel Kant (1724-1804) dikatakan sebagai penyempurna pencerahan sebab pemikiran filsafat memuat suatu gagasan baru yang akan memberikan kepada segala arah dikemudian hari.Menginjak abad 19 keadaan dunia filsafat terpecah belah, ada filsafat Amerika, filsafat Inggris, filsafat Jerman, filsafat Prancis dan lain lain. Pada masa ini pemikiran filsafat mampu membentuk kepribadian terhadap masing-masing bangsa dengan pemikiran dan cranya sendiri. Dengan demikian perlahan-lahan filsafat kontemporer mulai tumbuh. Mulai saat ini tidak ada lagi aliran ataupun tokoh yang mendominasi filsafat.Filsafat pragmatis di Amerika Serikat timbul karena meragukan kemampuan akal dan ilmu pengetahuan positif. Filsafat hidup yang berkembang di seluruh eropa tetapi mempunyai bentuk dan coraknya sendiri di pelbagai negara. Pada ahirnya sebagian besar aliran filsafat menunjukan perbadeaan yang sangat tajam, akan tetapi adanya kesamaan juga yaitu, reaksi terhadap pemikiran yang substansional-metafisik. Kecenderungan kearah secara praktis terhadap filsafat dalam kaitanya dengan manusia secara individu dan sosial. Dalam abad 20 inilah dikatakan Van Peursen sebagai pemikiran filsafat secara Fungsional (Koentowibisono, 1982;4).
PEMBAHASAN 
Pemikiran Pemikiran Filsafat
  1. Humanisme, Humanisme berasal dari Barat dan mengalami perkembangan dalam lingkungan pemikiran filsafat Barat. Karena itu, untuk mengkaji dan menganalisis gerakan humanisme beserta pengaruhnya pada dasar-dasar epistemologi Barat sudah seharusnya merujuk ke berbagai ensiklopedia Barat yang akurat agar kajian bisa dilakukan secara ilmiah dan bebas dari berbagai kecenderungan subyektif.  Dalam rangka ini, kita mengutip berbagai ensiklopedia yang tersedia, antara lain Encyclopedia of Philoshopy  karya Paul Edward yang menjelaskan tentang humanisme sebagai berikut:Humanisme adalah sebuah gerakan filsafat dan literatur yang bermula dari Italia pada paruh kedua abad ke-14 kemudian menjalar ke negara-negara Eropa lainnya.  Gerakan ini menjadi salah satu faktor munculnya peradaban baru.  Humanisme adalah paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria segala sesuatu.  Dengan kata lain, humanisme menjadikan tabiat manusia beserta batas-batas dan kecenderungan alamiah manusia sebagai obyek. Pada arti awalnya, humanisme merupakan sebuah konsep monumental yang menjadi aspek fundamental bagi Renaisans,  yaitu aspek yang di jadikan para pemikir sebagai pegangan untuk mempelajari kesempurnaan manusia di alam natural dan di dalam sejarah sekaligus meriset interpretasi manusia tentang ini.  Istilah humanisme dalam pengertian ini adalah derivat dari kata-kata humanitas yang pada zaman Cicero dan Varro berarti pengajaran masalah-masalah yang oleh orang-orang Yunani disebut paidea yang berarti kebudayaan.  Pada zaman Yunani kuno pendidikan dilakukan sebagai seni-seni bebas, dan ketentuan ini dipandang layak hanya untuk manusia karena manusia berbeda dengan semua binatang. Di bawah komando keluarga Medici atau setidaknya pada zaman merekalah para humanis mulai menarik perhatian dan mewarnai opini masyarakat Italia. Kaum humanis menggiring perhatian rakyat dari agama ke filsafat dan  dari langit ke bumi. Kekayaan pikiran dan seni masa-masa kesyirikan dikembalikan kepada sebuah generasi yang terpukau. Sejak zaman Ariosto Ludovico, orang-orang yang gila ilmu pengetahuan ini mulai tenar dengan nama kaum humanis, sebab mereka membaca telaah kebudayaan klasik tentang humanitas (berkaitan dengan dunia manusia) atau humanuras (kesusasteraan yang lebih manusiawi, dan bukan berarti kesusasteraan yang lebih berprikemanusiaan, melainkan berarti kesusasteraan yang lebih banyak berkaitan dengan dunia manusia). Jadi, tema kajian yang paling tepat ialah manusia itu sendiri dengan kemampuan yang terpendam di dalam dirinya, dan keindahan jasmani dengan segala kesenangan dan penderitaan panca indera dan perasaannya dan dengan segala kekuatan akalnya yang menakjubkan. Poin-poin inilah yang mendapat perhatian penuh seperti yang pernah terjadi dalam kesusasteraan dan seni Yunani dan Romawi kuno.Ideologi-ideologi dibawah ini adalah ajaran-ajaran yang terbentuk berdasarkan paham humanisme:1.      Komunisme, karena di dalam ideologi ini humanisme bisa menghapus keterasingan manusia dari dirinya akibat kepemilikan swasta dan sistem masyarakat kapitalisme. 2.     Pragmatisme, karena pandangan yang menjadikan manusia sebagai orientasi, sebagaimana pandangan Protagoras, telah menjadikan manusia sebagai kriteria segala sesuatu.3.      Eksistensialisme yang telah memberikan argumentasi bahwa tidak ada satupun alam yang sebanding dengan alam subyektivitas manusia. Dengan demikian, sebagian besar ajaran filsafat panca Renaisans secara mendasar telah dipengaruhi pikiran humanistik.  Contohnya, komunisme yang sebagian besar pandangannya tertuangkan kepada masalah kerakyatan, pragmatisme yang ajarannya bersandarkan kepada esensi perbuatan manusia, personalisme yang meyakini spirit manusia memiliki daya pengaruh yang terbesar, dan eksistensialisme yang banyak memberikan penekanan kepada wujud aktual manusia, semuanya memandang manusia sebagai satu wujud yang bertumpu pada esensinya sendiri serta wujud dimana dirinya adalah pelaku dan tujuannya sendiri. Prinsip-prinsip pemikiran humanisme dimana yang terpenting ialah poin-poin sebagai berikut: 1.      Manusia adalah standar dan kriteria segala sesuatu. 2.      Penekanan terhadap urgensi kembali kepada peradaban era klasik untuk menghidupkan kembali dan mengembangkan potensi dan kekuatan yang diyakini orang-orang terdahulu. 3.      Penekanan secara berlebihan kepada kebebasan dan ikhtiar manusia akibat kebencian kepada intimidasi dan kediktatoran para penguasa abad pertengahan. 4.      Pengingkaran terhadap status para rohaniwan sebagai perantara antara Tuhan dan manusia. 5.      Penyerahan sepenuhnya kekuasaan dan penentuan nasib, dan kekuasaan despotisme harus ditolak mentah-mentah. 6.      Manusia adalah sentral alam semesta. .      Akal manusia sejajar dengan akal Tuhan. 8.      Penolakan sistem-sistem tertutup filsafat, prinsip dan keyakinan-keyakinan agama, serta argumentasi-argumentasi ekstraktif mengenai nilai-nilai kemanusiaan.9.      Penolakan terhadap praktik-praktik asketisme, dan perhatian mesti dipusatkan kepada faktor jasmani dan kenikmatan-kenikmatan fisik.10.  Akal manusia adalah pimpinan manusia, dan status agama sebagai komando harus ditiadakan.11.  Kenikmatan-kenikmatan jasmani adalah tujuan final segala aktivitas manusia.12.  Manusia adalah binatang politik.13.  Dunia politik harus diceraikan dari segala pandangan metafisik atau agama, dan manusia adalah aktor yang memiliki wewenang mutlak dalam dunia politik.14.  Dalam psikologi, setiap manusia diteliti sebagai satu spesis tunggal, dan bukan  sebagai satu individu yang merupakan bagian dari satu spesis manusia.  Atas dasar ini, manusia berwenang untuk semata-mata mengikuti tatanan nilainya sendiri.15.  Aktualisasi diri, pemeliharan diri dan peningkatan diri mesti dipelajari dalam setiap individu.16. Manusia adalah pencipta lingkungannya dan bukanlah hasil lingkungannya.17. Manusia harus terkonsentrasi sepenuhnya kepada dirinya.18.  Kelayakan kepribadian setiap individu bisa terbentuk tanpa keimanan kepada Tuhan. 19. Keberadaan agama dipandang sebagai faktor superfisial yang diperlukan demi popularitas nilai-nilai kepribadian manusia dan perbaikan sosial, namun agama ini bisa jadi merupakan agama produk manusia ala August Comte.20.  Penekanan terhadap persatuan antar segenap agama, baik agama yang berpangkal dari Nabi Ibrahim maupun agama khurafat.     
  2.  Rasionalisme, Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M).  Dalam buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis.  Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan. Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”.  Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”.  Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya.  Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir (= menyadari) maka aku ada.  Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi.  — Mengapa kebenaran itu pasti?  Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara et distincta”.  Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar.  Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran. Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, “extention”) atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).  Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.  Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah komputer yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan). Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.   
  3. Positifisme, Aliran filsafat yang lain adalah Positivisme. Dasar-dasar filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Ia menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme. 
  4. Empirisme, Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.  Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama.  Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, “aku” tidak lain hanyalah “a bundle or collection of perceptions (= kesadaran tertentu)”. Kausalitas.  Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu yang disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman.  Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat.  Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari “probable” (berpeluang).  Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita.  Hukum alam adalah hukum alam.  Jika kita bicara tentang “hukum alam” atau “sebab-akibat”, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja. Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera.  Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.   
Science / Ilmu Pengetahuan
‘Science’ merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan ilmiah, dan berisikan informasi yang memberikan gambaran tentang struktur dari sistem-sistem serta penjelasan tentang pola-laku sistem-sistem tersebut. Sistem yang dimaksud dapat berupa sistem alami, maupun sistem yang merupakan rekaan pemikiran manusia mengenai pola laku hubungan dalamtatanan kehidupan masyarakat yang diinstitusionalisasikan. Dalam bahasa Inggris dapat dirumuskan sebagai berikut: ‘Science is a sub-set of the information set on [human] scientific knowledge that describes the structure of systems and provides explanation on their behavioural patterns, wether natural or human institutionalized ones’. Pergerakan yang dialami oleh pengetahuan sederhana menuju pada pembenaran ilmu pengetahuan sehingga menjadi ilmu pengetahuan diperlukan sebuah landasan dan proses sehingga ilmu pengetahuan (science atau sains) dapat dibangun. Landasan dan proses pembangunan ilmu pengetahuan itu merupakan sebuah penilaian (judgement) yang dilibatkan pada proses pembangunan ilmu pengetahuan (Ash-Shadr 1995). Dalam pembangungan ilmu pengetahuan juga diperlukan beberapa tiang penyangga agar ilmu pengetahuan dapat menjadi sebuah paham yang mengandung makna universalitas. Beberapa tiang penyangga dalam pembangunan ilmu pengetahuan itu sebenarnya berupa penilaian yang terdiri dari ontologi, epistemologi dan aksiologi (Jujun 1990: 2). Perlunya penilaian dalam pembangunan ilmu pengetahuan alasannya adalah agar pembenaran yang dilakukan terhadap ilmu pengetahuan dapat diterima sebagai pembenaran secara umum. Sampai sejauh ini, didunia akademik anutan pembenaran ilmu pengetahuan dilandaskan pada proses berpikir secara ilmiah. Oleh karena itu, proses berpikir di dunia ilmiah mempunyai cara-cara tersendiri sehingga dapat dijadikan pembeda dengan proses berpikir yang ada diluar dunia ilmiah. Dengan alasan itu berpikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan harus mengikuti cara filsafat pengetahuan atau epistemologi, sementara dalam epistemologi dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah disebut filsafat ilmu (Didi 1997: 3).    
Peran Filsafat Ilmu Dalam Ilmu Pengetahuan
Menurut Didi (1997) ilmu pengetahuan (dalam hal ini pengetahuan ilmiah) harus diperoleh dengan cara sadar, melakukan sesuatu tehadap objek, didasarkan pada suatu sistem, prosesnya menggunakan cara yang lazim, mengikuti metode serta melakukannya dengan cara berurutan yang kemudian diakhiri dengan verifikasi atau pemeriksaan tentang kebenaran ilimiahnya (kesahihan). Dengan demikian pendekatan filsafat ilmu mempunyai implikasi pada sistematika pengetahuan sehingga memerlukan prosedur, harus memenuhi aspek metodologi, bersifat teknis dan normatif akademik. Pada kenyataannya filsafat ilmu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, perkembangannya seiring dengan pemikiran tertinggi yang dicapai manusia. Oleh karena itu filsafat sains modern yang ada sekarang merupakan output perkembangan filsafat ilmu terkini yang telah dihasilkan oleh pemikiran manusia. Filsafat ilmu dalam perkembangannya dipengaruhi oleh pemikiran yang dipakai dalam membangun ilmu pengetahuan, tokoh pemikir dalam filsafat ilmu yang telah mempengaruhi pemikiran sains modern yaitu Rene Descartes (aliran rasionalitas) (Herman 1999) dan John Locke (aliran empirikal) (Ash-Shadr 1995) yang telah meletakkan dasar rasionalitas dan empirisme pada proses berpikir.  Kemampuan rasional dalam proses berpikir dipergunakan sebagai alat penggali empiris sehingga terselenggara proses “create” ilmu pengetahuan (Hidajat 1984a). Akumulasi penelaahan empiris dengan menggunakan rasionalitas yang dikemas melalui metodologi diharapkan dapat menghasilkan dan memperkuat ilmu pengetahuan menjadi semakin rasional. Akan tetapi, salah satu kelemahan dalam cara berpikir ilmiah adalah justru terletak pada penafsiran cara berpikir ilmiah sebagai cara berpikir rasional, sehingga dalam pandangan yang dangkal akan mengalami kesukaran membedakan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan yang rasional. Oleh sebab itu, hakikat berpikir rasional sebenarnya merupakan sebagian dari berpikir ilmiah sehingga kecenderungan berpikir rasional ini menyebabkan ketidakmampuan menghasilkan jawaban yang dapat dipercaya secara keilmuan melainkan berhenti pada hipotesis yang merupakan jawaban sementara. Kalau sebelumnya terdapat kecenderungan berpikir secara rasional, maka dengan meningkatnya intensitas penelitian maka kecenderungan berpikir rasional ini akan beralih pada kecenderungan berpikir secara empiris. Dengan demikian penggabungan cara berpikir rasional dan cara berpikir empiris yang selanjutnya dipakai dalam penelitian ilmiah hakikatnya merupakan implementasi dari metode ilmiah (Jujun 1990). Berdasarkan terminologi, empiris mempunyai pengertian sesuatu yang berdasarkan pemerhatian atau eksperimen, bukan teori (Kamus Dewan 1994: 336) atau sesuatu yang berdasarkan pengalaman (terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yang telah dilakukan) (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1995:262). Dengan demikian sesuatu yang empiris itu sangat tergantung kepada fakta (sesuatu yang benar dan dapat dibuktikan), hanya saja fakta yang dibuktikan melalui penginderaan dalam dunia nyata bukanlah fakta yang sudah sempurna telah diamati, melainkan penafsiran dari sebagian pengamatan. Terjadinya sebagian pengamatan pada fakta disebabkan oleh pengamatan manusia yang tidak sempurna sehingga mengakibatkan semua penafsiran manusia mengandung penambahan yang mungkin berubah dengan berubahnya pengamatan (Khan 1983). Rasional mempunyai pengertian sesuatu yang berdasarkan taakulan, menurut pertimbangan atau pikiran yang wajar, waras (Kamus Dewan 1994: 1107) atau sesuatu yang dihasilkan menurut pikiran dan timbangan yang logis, menurut pikiran yang sehat, cocok dengan akal, menurut rasio, menurut nisbah (patut) (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1995:820). Dengan demikian rasionalitas mencakup dua sumber pengetahuan, yaitu; pertama, penginderaan (sensasi) dan kedua, sifat alami (fitrah) (Ash-Shadr 1995: 29). Implikasi dari sensasi dan fitrah di atas bisa berpengaruh pada bentuk pemahaman rasional sebagai pandangan yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak hanya didapatkan dari proses penginderaan saja, karena proses penginderaan hanya merupakan upaya memahami empirikal. Sementara, pemahaman rasional mengandung makna bahwa akal manusia memiliki pengertian-pengertian dan pengetahuan-pengetahuan yang tidak muncul dari hasil penginderaan saja.  Kematangan berpikir ilmiah sangat ditentukan oleh kematangan berpikir rasional dan berpikir empiris yang didasarkan pada fakta (objektif), karena kematangan itu mempunyai dampak pada kualitas ilmu pengetahuan. Sehingga jika berpikir ilmiah tidak dilandasi oleh rasionalisme, empirisme dan objektivitas maka berpikir itu tidak dapat dikatakan suatu proses berpikir ilmiah. Karena itu sesuatu yang memiliki citra rasional, empiris dan objektif dalam ilmu pengetahuan dipandang menjamin kebenarannya, dengan demikian rasionalisme, empirisme dan objektivitas merupakan dogma dalam ilmu pengetahuan (Hidajat 1984b).  Dogma yaitu kepercayaan atau sistem kepercayaan yang dianggap benar dan seharusnya dapat diterima oleh orang ramai tanpa sebarang pertikaian atau pokok ajaran yang harus diterima sebagai hal yang benar dan baik, tidak boleh dibantah dan diragukan. Paradigma ialah lingkungan atau batasan pemikiran pada sesuatu masa yang dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan, kemahiran, dan kesadaran yang ada atau model dalam ilmu pengetahuan, kerangka berpikir (Kamus Dewan 1994: 311 & 978) dan (Kamus Umum Bahasa Indonesia 1995: 239 & 729). Dari terminologi di atas dogma dan paradigma sebenarnya mempunyai kaitan makna, karena paradigma merupakan kata lain dari paradogma atau dogma primer. Dogma primer ialah prinsip dasar dan landasan aksiom yang kadar kebenarannya sudah tidak dipertanyakan lagi, karena sudah self evident atau benar dengan sendirinya (Hidajat 1984a). Akibatnya dari kebutuhan terhadap adanya paradigma dalam membangun ilmu pengetahuan (sains) membawa dampak pada kebutuhan adanya rasionalisme, empirisme dan objektivitas. Artinya, apabila pengetahuan yang dibangun dan dikembangkan tidak memenuhi aspek rasional, empirikal dan objektif maka kebenaran pengetahuannya perlu dipertanyakan lagi atau tidak mempunyai kesahihan. Oleh karena itu membangun ilmu pengetahuan diperlukan konsistensi yang terus berpegang pada paradigma yang membentuknya. Kearifan memperbaiki paradigma ilmu pengetahuan nampaknya sangat diperlukan agar ilmu pengetahuan seiring dengan tantangan zaman, karena ilmu pengetahuan tidak hidup dengan dirinya sendiri, tetapi harus mempunyai manfaat kepada kehidupan dunia. Oleh karena itu kita tidak bisa mengatakan ilmu pengetahuan dapat berkembang oleh dirinya sendiri, jika kita memilih berpikir seperti itu maka sebenarnya kita telah berupaya memperlebar jurang ketidakmampuan ilmu pengetahuan menjawab permasalahan kehidupan. Hal ini perlu dipahami secara bijak karena permasalahan kehidupan saat ini sudah mencapai pada suatu keadaan yang kritis, yaitu krisis yang kompleks dan multidimensi (intlektual, moral dan spiritual) yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan (Capra 1999). Dengan demikian jika kita mempertanyakan penyesuaian apa yang dapat dilakukan ilmu pengetahuan dengan kenyataan kehidupan (realitas), maka perubahan paradigma ilmu pengetahuan merupakan jawaban untuk mengatasi krisis yang cukup serius (Kuhn 1970). 
Nilai Nilai Yang Ditimbulkan Science
  1. Teknologi, Teknologi merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalampengetahuan ilmiah yang berisikan informasi preskriptif mengenai penciptaansistem-sistem dan pengoperasian sistem-sistem ciptaan tersebut. Pengertian yangdirumuskan ini tidak membatasi bahwa sistem yang dimaksud hanyalah sistem-sistem fisik (physical systems). Bila dinyatakan dalam bahasa Inggris, maka rumusan tentang teknologi terdahulu dapat dinyatakan sebagai berikut: ‘Technology is a sub-set of the information set on [human] scientific knowledge thatprovides prescriptive information on (a) the creation of systems and (b) the operation ofthose systems’. Bila informasi yang bersifat teknologis dioperasionalisasikan (operationalized), artinya petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalam informasi tersebut diikuti dan dilaksanakan, terbentuklah sistem-sistem baru hasil ciptaan orang ataumasyarakat yang mengoperasikan teknologi tersebut.Orang sering memandang sistem-sistem yang terciptakan tersebut sebagai teknologi juga, dan pandangan demikian sebaiknya tak diikuti, karena menimbulkan kerancuan dalam pengembangan pemikiran selanjutnya. Lebih tepat bila sistem yang tercipta itu dinyatakan sebagai fenomena teknolgis atau technological phenomena. Teknologi yang berkorespondensi dengan suatu fenomena teknologis bukanlah yang tampak atau dirasakan sebagai fenomena teknologis tersebut, melainkan informasi preskriptif yang memungkinkan dilaksanakannya tindakan-tindakan hingga suatu sistem yang berupa fenomena teknologis tersebut terbentuk, atau teroperasikan. Teknologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terkait dengan penciptaan sistem-sistem, sedangkan‘science’ merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terkait dengan penggambaran dan penjelasan mengenai sistem-sistem yang telah ada. 
  2. Materialis,  Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Sebagai teori materialisme termasuk paham ontologi monistik. Materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme. Materialisme adalah ajaran yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, epistimologi atau penjelasan historis. Ada beberapa macam materialisme, yaitu materialisme biologis, materialisme parsial, materialisme antropologis, materialisme dialektis, dan materialisme historis.Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.  
  3. Refleksi/reifikasi,  Reifikasi adalah kecenderungan untuk mewujudkan segala kebudayaan dalam bentuk-bentuk, angka-angka atau kuantitas dan bentuk lahiriah. Kepuasan pekerjaan diukur dari segi material, tingkah laku lahiriah, rupa, suara dan bahasa yang bisa ditangkap oleh pancaindera. Hal ini tampak pada laporan pembangunan yang memperlihatkan keberhasilan-keberhasilan dengan angka, dalam kuantitas dan statistik perkembangan (time-series). Kecenderungan ini seringkali berlebihan misalnya dengan mengukur perasaan cinta, kesenangan, keindahan atau kebahagiaan. Karena itu yang bersifat mental atau rohaniah tidak tampak dan dirasakan. Di sinilah terjadinya pendangkalan pemaknaan kebudayaan. Sukses kesenian umpamanya, diukur dengan nilai komersial suatu pertunjukan. Ekses yang tampak adalah produksi massal dan komersialisasi barang-barang kesenian, yang menjadikan manusia sebagai alat produksi dan objek pemerasan, atau ritualisasi kegiatan ibadah atau bahkan komersialisasi agama. 
  4. Manipulasi, Manipulasi adalah kegiatan yang menyalahgunakan proses dan barang kebudayaan untuk kepentingan yang rendah, misalnya demi keuntungan. Manipulasi ini tampak dalam iklan yang mengelabui orang tentang suatu produk, misalnya melebih-lebihkan khasiat suatu obat atau mengubah informasi dampak negatif suatu barang konsumsi menjadi sesuatu yang bermanfaat. Misalnya memperagakan rokok yang sebenarnya menggangu dan merusak kesehatan menjadi simbol kejantanan atau gaya hidup pria yang terhormat. Maksudnya adalah supaya barang itu laku dijual, padahal pengonsumsian atau penggunaannya akan merugikan, tetapi hal itu disembunyikan dengan mengelabui orang dengan video klip atau film-iklan. Manipulasi itu sering terkesan merupakan pembohongan publik, namun merupakan informasi yang efektif dan mengandung nilai komersial yang tinggi. Di sini yang banyak dimanipulasi adalah hasil karya kesenian atau dakwah keagamaan.  
  5. Pragmatisme, Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.  Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai  sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini.  Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1839-1942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952). Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan imbas baliknya terhadap ide-ide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa. William James mengatakan bahwa Pragmatisme yang diajarkannya, merupakan “nama baru bagi sejumlah cara berpikir lama”. Dan dia sendiri pun menganggap pemikirannya sebagai kelanjutan dari Empirisme Inggris, seperti yang dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626), yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1558-1679) dan John Locke (1632-1704).  Pragmatisme, di samping itu, telah mempengaruhi filsafat Eropa dalam berbagai bentuknya, baik filsafat Eksistensialisme maupun Neorealisme dan Neopositivisme. Pragmatisme, tak diingkari telah menjadi semacam ruh yang menghidupi tubuh ide-ide dalam ideologi Kapitalisme, yang telah disebarkan Barat ke seluruh dunia melalui penjajahan dengan gaya lama maupun baru. Dalam konteks inilah, Pragmatisme dapat dipandang berbahaya karena telah mengajarkan dua sisi kekeliruan sekaligus kepada dunia–yakni standar kebenaran pemikiran dan standar perbuatan manusia– sebagaimana akan diterangkan nanti. Pragmatisme dianggap juga salah satu aliran yang berpangkal pada Empirisme, kendatipun ada pula pengaruh Idealisme Jerman (Hegel) pada John Dewey, seorang tokoh Pragmatisme yang dianggap pemikir paling berpengaruh pada zamannya. Selain John Dewey, tokoh Pragmatisme lainnya adalah Charles Pierce dan William James.  
  1. individualisme, Individualisasi adalah kecenderungan memecah masyarakat menjadi individu-individu yang dikemudikan oleh kepentingan pribadi (self-interest) yang sempit. Sebenarnya dampak individualisasi itu perlu dibedakan antara individualisme dan egoisme. Individualisme adalah paham yang menghargai individu dan menghormati diri pribadi seseorang yang otonom yang memiliki hak-hak asasi dalam suatu negara atau masyarakat. Individualisme itu melahirkan penghargaan pada diri sendiri, tetapi harus juga menghargai individu yang lain. Individualisme adalah juga penghargaan pada hak-hak pribadi, misalnya hak milik dan kebebasan. Tetapi hak milik dan kebebasan seseorang itu dibatasi oleh hak milik dan kebebasan orang lain. Karena itu, maka individualisme menghasilkan kebebasan dan otonomi individu tetapi juga sekaligus kewajiban-kewajiban asasi individu terhadap masyarakat. Dampak lain individualisasi adalah egoisme, yaitu sikap yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang lain. Egoisme ini adalah penyimpangan dari tujuan kebudayaan, sedangkan individualisme, jika dipahami dan dipraktekkan secara benar, masih berada dalam ruang lingkup kebudayaan, karena individualisme memberikan penghargaan dan pemuliaan kepada manusia sebagai individu. Namun individualisme ini bisa kebablasan menjadi egoisme karena melepaskan dirinya dari masyarakat. Karena itu maka individualisme harus diimbangi dengan prinsip-prinsip komunitarian karena individu itu tidak mungkin ada atau berfungsi tanpa komunitas. Kombinasi antara individualisme dan komunitarianisme, yang merupakan harmonisasi, jalan tengah dan moderasi itulah yang membentuk kebudayaan.  
Krisis Abad 20
Dengan terbitnya buku Newton (pada tahun 1686) yang berjudul “Philosophiae Naturalis Principia Mathematica” maka muncullah suatu babak baru dalam dunia sains modern. Teori gravitasi Newton telah mendorong ilmu pengetahuan berkembang pesat di dunia Barat. Perkembangan IPTEK tersebut ditandai oleh adanya rentetan temuan-temuan baru seperti temuan tentang listrik (Michael Faraday), gaya elektromagnetik (James Clerk Maxwell, 1870) dalil temuan Sinar-X (Henry Bacquerel). Dengan adanya penemuan tersebut maka banyak masalah praktis dalam kehidupan manusia yang dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Manusia mulai menikmati dan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam perkembangan teknologi pangan/pertanian, transportasi, genetika, industri dan komunikasi. Dampak dari kemajuan IPTEK tersebut adalah terjadinya akselerasi pertumbuhan penduduk dan peningkatan kemakmuran yang sangat pesat.  Puncak perkembangan IPTEK terjadi mulai awal abad 20 yang ditandai dengan munculnya Tcori RelatiFitas Einstein (1905). Teori ini menyatakan bahwa empat komponen mekanistis yakni zat, gerak, ruang dan waktu (yang diasumsikan bersifat absolut oleh Newton) merupakan sesuatu yang bersifat relatif. Zat pada prinsipnya hanya merupakan bentuk lain dari energi, dengan rumus yang termasyur E = mc2. Dengan kata lain, munculnya teori ini sekaligus mengakhiri era kejayaan Newtonian. Teori Relativitas tersebut ternyata dalam waktu relatif singkat mendorong terjadinya revolusi besar di bidang pemanfaatan energi atom, komunikasi persenjataan dan bahkan sampai ke penjelajahan ruang angkasa. Sekali lagi, seolah-olah manusia dilecut untuk melihat kenyataan bahwa rasio atau akal telah ‘memandu’ dunia ke era yang spektakuler. Rasio seolah-olah menjadi tumpuan dan harapan utama dalam pengembangan kehidupan manusia di dunia Barat maupun di kalangan masyarakat lain yang berkiblat ke dunia Barat.  Tahta’ kejayaan rasio Barat mulai tergetar saat born atom yang dianggap merupakan salah satu “produk gemilang” IPTEK, menelan korban ratusan ribu jiwa manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Manusia mulai tergelitik untuk berpikir “apakah rasio manusia boleh tetap dibiarkan terus menjelajah bebas tanpa kendali?”.  Sampai di penghujung abad 20, kemajuan IPTEK masih terus berjalan pesat, bahkan temuan temuan terkini di bidang telekomunikasi, komputerisasi dan keruang-angkasaan  telah membuat seolah-olah bumi menjadi sebuah titik kecil  di tengah belantara rasio”. Namun demikian kegelisahan semakin terasa mengingat  manusia semakin diperhadapkan pada kenyataan yang bersifat kontroversial dengan ‘apa yang diharapkan orang dari penjelajahan rasionya .Kemajuan pesat IPTEK Barat telah menunjukan bukti munculnya kehancuran.  
Filsafat Pancasila
Sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat.  Antara lain terkenalah temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.  Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai “satu-satunya azas” dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.  Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena  selain unsur-unsur lokal (“milik dan ciri khas bangsa Indonesia”) diakui adanya unsur universal yang biasanya diklaim ada dalam setiap agama. Namun rasanya lebih tepat untuk melihat Pancasila sebagai obyek kajian filsafat politik, yang berbicara mengenai kehidupan bersama manusia menurut pertimbangan epistemologis yang bertolak dari urut-urutan pemahaman (“ordo cognoscendi“), dan bukan bertolak dari urut-urutan logis (“ordo essendi“) yang menempatkan Allah sebagai prioritas utama. Menurut Hardono Hadi, jika Pancasila menjadi obyek kajian filsafat, maka harus ditegaskan lebih dahulu apakah dalam filsafat Pancasila itu dibicarakan filsafat tentang Pancasila (yaitu hakekat Pancasila) atau filsafat yang terdapat dalam Pancasila (yaitu muatan filsafatnya). Mengenai hal ini evidensi atau isyarat yang tak dapat diragukan mengenai Pancasila terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata “Bhinneka Tunggal Ika” dalam lambang negara Republik Indonesia.  Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi “defining characteristics” = pernyataan jatidiri bangsa = cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa Indonesia.  Dalam jatidiri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri. Namun dengan menjadikan Pancasila jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya jelas apakah nilai-nilai yang termuat di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-pilah. Sesungguhnya dalam kata “Bhinneka Tunggal Ika” terdapat isyarat utama untuk mendapatkan informasi tentang arti Pancasila, dan kunci bagi kegiatan  merumuskan muatan filsafat yang terdapat dalam Pancasila. Dalam konteks itu dapatlah diidentifikasikan mana yang bernilai universifal dan mana yang bersifat lokal = ciri khas bangsa Indonesia. ”Bhinneka Tunggal Ika” secara harafiah identik dengan “E Pluribus Unum” pada lambang negara Amerika Serikat.  Demikian pula dokumen Pembukaan UUD 1945 memiliki bobot sama dengan “Declaration of Independence” negara tersebut.  Suatu kajian atas Pancasila dalam kacamata filsafat tentang manusia menurut aliran eksistensialisme disumbangkan oleh N Driyarkara.  Menurut Driyarkara, keberadaan manusia senantiasa bersifat ada-bersama manusia lain.  Oleh karena itu rumusan filsafat dari Pancasila adalah sebagai berikut:  Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dalam-ikatan-cintakasih (“liebendes Miteinadersein“) dengan sesamaku.  Perwudjudan sikap cintakasih dengan sesama manusia itu disebut “Perikemanusiaan yang adil dan beradab”. Perikemanusiaan itu harus kujalankan dalam bersama-sama menciptakan, memiliki dan menggunakan barang-barang yang berguna sebagai syarat-syarat, alat-alat dan perlengkapan hidup.  Penjelmaan dari perikemanusiaan ini disebut “keadilan sosial”. Perikemanusiaan itu harus kulakukan juga dalam memasyarakat.  Memasyarakat berarti mengadakan kesatuan karya dan agar kesatuan karya itu betul-betul merupakan pelaksanaan dari perikemanusiaan, setiap anggauta harus dihormati dan diterima sebagai pribadi yang sama haknya.  Itulah demokrasi = “kerakyatan yang dipimpin …”. Perikemanusiaan itu harus juga kulakukan dalam hubunganku dengan sesamaku yang oleh perjalanan sejarah, keadaan tempat, keturunan, kebudayaan dan adat istiadat, telah menjadikan aku manusia konkrit dalam perasaan, semangat dan cara berfikir.  Itulah sila kebangsaan atau “persatuan Indonesia”. Selanjutnya aku meyakini bahwa adaku itu ada-bersama, ada-terhubung, serba-tersokong, serba tergantung.  Adaku tidak sempurna, tidak atas kekuatanku sendiri.  Adaku bukan sumber dari adaku.  Yang menjadi sumber adaku hanyalah Ada-Yang-Mutlak, Sang Maha Ada, Pribadi (Dhat) yang mahasempurna, Tuhan yang mahaesa. Itulah dasar bagi sila pertama: “Ketuhanan yang mahaesa”. Profesor Kartohadiprodjo menjadi pelopor penelitian filsafat Pancasila dengan metode genetivus subjektivus.  Pangkal filsafat Pancasila menurutnya ialah pemikiran pemikiran kekeluargaan yang lain samasekali dengan individualisme. Salah satu analisis yang menarik adalah berkenaan dengan proklamasi 1945 yang menurut sudut ketatanegaraan merupakan suatu pemberontakan atu revolusi. Revolusi yang dimaksud adalah sebagai revolusi enuju jiwa yang baru sebagai impersif yang radikal agar bangsa Indonesia kembali ke jiwa bangsa yakni Pancasila. Dalam analisis filsafatnya Kartohadiprojo menjelaskan bahwa Pancasila dasarnya bukan individu bebas melainkan individu terikat dalam artian kekeluargaan. Teorema ini di jelaskan dengan sekaligus membangun basis Pancasila, yakni:a.       Pancasila adalah Filsafat bangsa Indonesia dalam arti pandang dunia. Sebagai pandangan dunia, dengan kata lain filsafat, ia bersistem, dan sila-sila Pancasila saling kait  mengkait secara bulat. Kebulatan itu menunjukan hakekat maknanya sedemikian rupa sehingga memenuhkan bangun filsafat Pncasila itu jika substansinya memang sesuai dengan isi jiwa bangsa Indonesia turun temurun. Isi jiwa inilah yang merupakan alat pengukur benar tidaknya isi yang diberikan itu benar-benar filsafat Pancasila.b.       Pancaran jiwa suatu bangsa adalah dalam kebudayaanya dan didalamnya salah satu subsistem normatifnya adalah suatu sistem hukum adat sebagai tipe hukum tersendiri dalam kebudayaan Indonesia. Azaz hukum adat dapat dipakai sebagai tolok ukur isi jiwa bangsa Indonesia.c.      Pangkal filsafat Pancasila adalah kekeluargaan, artinya adalah menyati yang terbangun dari perbedaan. Prinsip dasar keeluargaan adalah kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan. Oleh sebab itu yang menjadi substansi hakiki filsafat pancasila tercermin dalam hukum adat.d.       Adapun cara berpikir filsafat yang dilakukan Kartohadiprodjo guna menunjukan saling kait antara kelima sila dalam pancasila adalah sebagai berikut: Bangsa Indonesia percaya pada Tuhan, yang menciptakan manusia dalam satu umat, yang dalam kenyataanya tersebar di seluruh muka bumi dalam kelompok-kelompok bangsa untuk menemukan kebahagiaan dalam hidupnya, yang harus dicapai dengan cara mufakat. Dalam azas kekeluargaan itu berakar pada dalil filosofis: Kesatuan dalam perbedaan, perbedaan dalam kesatuan.e.       Pancasila sebagai filsafat negara mengandung makna derivatif dan pengkhususan dari Pncasila sebagai sistem filsafat atau pandangan dunia. Garis besar pemikiran Soekarnotentang Pancasila diantaranya adalah: a.       Wawasan kebangsaan, yang teristimewa dalam pengkhususan sebagai filsafat persatuan. Obsesi Soekarno untuk persatuan bangsa amat mencolok sampai mencanangkan Nasakom dalam rezim orde lama.b.      Nasionalisme, filsafat nasionalisme sukarno bukanlah chauvimisme, melainkan nasionalisme yang lebar yang timbul daripada pengetahuan atas susunan dunia dan riwayat; nasionalisme yang menjalankan rasa hidupnya sebagai sebuah bakti; yang memberikan tempat pada bangsa lain; yang menjadi kita hidup dalam roh.c.       Pancasila berpangkal pada pikiran kekeluargaan dan kegotongroyongan yang membuang pemikiran individualisme. Keadilan sosial menurut Soekarno merupakan protes yang maha hebat terhadap individualisme.d.      Sosialisme dan sosio demokrasi, sosialisme adalah nasionalisme yang berperikemanusiaan, keberesan negeri dan keberesan reeki. Sosiodemokrasi adalah demokrasi sejati yang menimbulkan keberesan politik dan keberesan ekonomi. Sosiodemokrasi adalah demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. 
 
KESIMPULAN 
Hampir semua kemampuan pemikiran (thought) manusia didominasi oleh pendekatan filsafat. Pengetahuan manusia yang dihasilkan melalui proses berpikir selalu digunakannya untuk menyingkap tabir ketidaktahuan dan mencari solusi masalah kehidupan.